Al-Quran berbicara tentang perempuan dalam
berbagai ayatnya. Pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat yang berbicara
tentang hak dan kewajibannya, ada pula yang menguraikan
keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau
kemanusiaan.
Secara umum surah Al-Nisa' ayat 32, menunjuk
kepada hak-hak perempuan:
Bagi
lelaki hak (bagian) dari apa yang dianugerahkan kepadanya dan bagi perempuan
hak (bagian) dari apa yang dianugerahkan kepadanya.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa hak yang
dimiliki oleh kaum perempuan menurut pandangan ajaran Islam.
Hak-hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan
Kalau kita kembali menelaah keterlibatan
perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika
dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para
wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya,
baik secara mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun
swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya
dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya,
serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut
terhadap diri dan lingkungannya.
Secara singkat, dapat dikemukakan rumusan
menyangkut pekerjaan perempuan yaitu bahwa "perempuan mempunyai hak untuk
bekerja, selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama mereka
membutuhkan pekerjaan tersebut".
Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh
perempuan pada masa Nabi cukup beraneka ragam, sampai-sampai mereka terlibat
secara langsung dalam peperangan-peperangan, bahu-membahu dengan kaum lelaki.
Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah,
Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lain-lain, tercatat sebagai tokoh-tokoh yang
terlibat dalam peperangan. Ahli hadis, Imam Bukhari, membukukan bab-bab dalam
kitab Shahih-nya, yang menginformasikan kegiatan-kegiatan kaum wanita, seperti
Bab Keterlibatan Perempuan dalam Jihad, Bab Peperangan Perempuan di Lautan, Bab
Keterlibatan Perempuan Merawat Korban, dan lain-lain.
Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi
saw. aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin,
seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, antara lain, Shafiyah bin Huyay196
--istri Nabi Muhammad saw. Ada
juga yang menjadi perawat atau bidan, dan sebagainya.
Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang
pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang yang sangat sukses.
Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang perempuan
yang pernah datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk-petunjuk dalam bidang
jual-beli. Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad, kisah perempuan tersebut diuraikan,
di mana ditemukan antara lain pesan Nabi kepadanya menyangkut penetapan harga
jual-beli. Nabi memberi petunjuk kepada perempuan ini dengan sabdanya:
Apabila
Anda akan membeli atau menjual sesuatu, maka tetapkanlah harga yang Anda
inginkan untuk membeli atau menjualnya, baik kemudian Anda diberi atau tidak.
(Maksud beliau jangan bertele-tele dalam menawar atau menawarkan sesuatu).
Istri Nabi saw., Zainab binti Jahsy, juga aktif
bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, dan hasil usahanya itu beliau
sedekahkan. Raithah, istri sahabat Nabi Abdullah ibn Mas'ud, sangat aktif
bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan
hidup keluarga ini.197
Al-Syifa', seorang perempuan yang pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar
r.a. sebagai petugas yang menangani pasar kota
Madinah.198
Demikian sedikit dari banyak contoh yang terjadi
pada masa Rasul saw. dan sahabat beliau menyangkut keikutsertaan perempuan dalam
berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Di samping yang disebutkan di atas, perlu
juga digarisbawahi bahwa Rasul saw. banyak memberi perhatian serta pengarahan
kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan
pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat. Dalam hal ini, antara lain, beliau
bersabda:
Sebaik-baik
"permainan" seorang perempuan Muslimah di dalam rumahnya adalah
memintal/menenun. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dari Abdullah bin Rabi'
Al-Anshari).
Aisyah r.a. diriwayatkan pernah berkata:
"Alat pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada tombak di tangan
lelaki."
Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan
yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi saw. Namun, sebagaimana
telah diuraikan di atas, ulama pada akhirnya menyimpulkan bahwa perempuan dapat
melakukan pekerjaan apa pun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu
membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.
Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, mereka mempunyai hak untuk
bekerja dan menduduki jabatan jabatan tertinggi. Hanya ada jabatan yang oleh
sementara ulama dianggap tidak dapat diduduki oleh kaum wanita, yaitu jabatan
Kepala Negara (Al-Imamah Al-'Uzhma) dan Hakim. Namun, perkembangan masyarakat
dari saat ke saat mengurangi pendukung larangan tersebut, khususnya menyangkut
persoalan kedudukan perempuan sebagai hakim.
Dalam beberapa kitab hukum Islam, seperti
Al-Mughni, ditegaskan bahwa "setiap orang yang memiliki hak untuk
melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat diwakilkannya kepada orang lain, atau
menerima perwakilan dari orang lain". Atas dasar kaidah itu, Dr.
Jamaluddin Muhammad Mahmud berpendapat bahwa berdasarkan kitab fiqih, bukan
sekadar pertimbangan perkembangan masyarakat kita jika kita menyatakan bahwa
perempuan dapat bertindak sebagai pembela dan penuntut dalam berbagai bidang.199
Catatan kaki
196 Ibrahim bin Ali Al-wazir,
Dr., 'Ala Masyarif Al-Qarn. Al-Khamis 'Asyar, Kairo, Dar Al-Syuruq 1979, h. 76.
197
Lihat biografi para sahabat tersebut dalam Al-Ishabat fi Asma' Al-Shahabat,
karya Ibnu Hajar, jilid IV.